Down Syndrome (Sindrom Down) - Bagian 3

Diagnosis Sindrom Down

Kemungkinan seorang bayi terlahir dengan sindrom Down dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan dan pengujian antenatal. Sedangkan untuk diagnosis, langkah ini bisa dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan atau melalui tes darah setelah bayi dilahirkan.


Pemeriksaan antenatal Pemeriksaan ini dilakukan guna memeriksa hal tidak normal yang mungkin berkembang atau sudah berkembang selama kehamilan. Tes ini sama sekali tidak mendiagnosis kondisi sindrom Down tapi digunakan untuk memperkirakan seberapa tinggi risiko janin mengalami sindrom Down. Jika menurut pemeriksaan antenatal ada kemungkinan cukup tinggi janin terkena sindrom Down, tes diagnosis bisa dilakukan untuk mengonfirmasinya.

Tiap wanita hamil akan ditawari pemeriksaan kondisi genetika seperti sindrom Down, khususnya bagi yang berpotensi. Umumnya pemeriksaan antenatal dilakukan pada akhir bulan ketiga usia kehamilan.

Dalam pemeriksaan antenatal untuk sindrom Down, tes darah dan pemindaian ultrasonografi (USG) akan dilakukan. Tes darah dilakukan untuk memeriksa tingkat protein dan hormon tertentu. Jika darah Anda mengandung zat-zat ini dalam tingkatan yang tidak normal, Anda mungkin berpeluang lebih tinggi memiliki bayi dengan sindrom Down.

Dengan tes USG, dokter akan mengukur ketebalan cairan yang terletak di belakang leher bayi. Jumlah cairan ini bisa memberi informasi mengenai kemungkinan bayi mengalami sindrom Down.

Jika berdasarkan tes darah dan tes USG kemungkinan bayi mengalami sindrom Down cukup tinggi, maka ibu hamil bisa menjalani tes diagnostik untuk mengonfirmasi kondisi tersebut, sebelum bayi dilahirkan (prenatal).

Tes diagnosis prenatal Tes yang dapat mendiagnosis sindrom Down pada bayi yang belum lahir adalah amniocentesis, cordocentesis atau CVS (Chorionic Villus Sampling).

Harap diperhatikan bahwa ada sekitar satu persen pasien yang menjalani salah satu tes ini mengalami komplikasi keguguran. Selain keguguran, risiko kedua tes tersebut juga meliputi infeksi dan pendarahan.

CVS dapat dilakukan setelah usia kehamilan memasuki 10 pekan dengan mengambil sedikit sampel sel-sel plasenta untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.

Amniocentesis biasanya dilakukan setelah usia kehamilan memasuki 15 hingga 22 pekan dengan mengambil sedikit sampel air ketuban.

Cordocentesis adalah diagnosa yang dilakukan dengan mengambil sampel darah janin melalui tali pusar guna memeriksa jumlah kromosom yang ada. Tes ini biasa dilakukan dalam usia kehamilan diantara 18 hingga 22 minggu.

Selain itu, tes DNA cell-free fetal juga dapat dilakukan pada minggu ke 10 kehamilan guna memeriksa lebih lanjut potensi bayi terserang sindrom Down. Tes ini dianggap sebagai acuan terbaik untuk memeriksa kondisi ini lebih lanjut, khususnya bagi ibu yang memiliki potensi tinggi atau dicurigai adanya gejala tertentu setelah pemeriksaan sebelumnya.

Diagnosis setelah kelahiran

Selain tes diagnosis di atas, diagnosis juga bisa dilakukan setelah bayi lahir. Umumnya, bayi yang lahir dengan Sindrom Down akan memiliki ciri fisik tertentu. Namun pada beberapa kasus, ciri fisik ini tidak jelas sehingga dokter memerlukan pemeriksaan tambahan yang disebut dengan chromosomal karyotype.

Tes ini bertujuan untuk menganalisa struktur kromosom dalam gen bayi yang baru lahir. Apabila terdapat kromosom 21 tambahan pada beberapa atau seluruh sel, maka bayi tersebut terdiagnosa menderita Sindrom Down.

Perawatan Sindrom Down

Dibutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga untuk membantu penderita sindrom Down agar mendapatkan kehidupan senormal mungkin karena sindrom Down tidak bisa disembuhkan.

Keluarga dengan anak Sindrom Down

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika anak Anda menderita sindrom Down, di antaranya adalah:
  1. Mengikuti grup atau organisasi edukasi dan dukungan agar dapat bertukar informasi untuk membantu para orang tua, keluarga, dan teman.
  2. Memiliki dan menjalani kehidupan keluarga yang normal, serta keahlian mengasuh yang baik.
  3. Memiliki akses perawatan kesehatan yang baik, termasuk menemui beberapa spesialis berbeda sesuai kebutuhan.
  4. Mengikuti berbagai program yang mendukung bagi anak-anak penderita sindrom Down dan orang tua.
Ada dampak emosional yang pasti dirasakan oleh orang tua saat mengetahui anaknya menderita sindrom Down, seperti merasa sedih, bingung, dan takut. Orang tua sebaiknya mencari tahu lebih banyak tentang kondisi ini dan bicara dengan pihak medis profesional dan orang tua lain untuk berbagi pengalaman agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik akan dampak kehidupan yang mungkin mereka alami.

Orang tua harus menemukan keseimbangan dalam mengasuh, tidak harus selalu melakukan kegiatan yang mendidik, namun bisa juga melakukan kegiatan dalam bentuk rekreasi atau bersenang-senang dengan keluarga.

Ingat, bahwa Anda tidak sendiri dalam situasi yang Anda hadapi ini. Anda bisa berbagi informasi dan pengalaman dengan keluarga lain atau asosiasi sindrom Down seperti Ikatan Sindroma Down Indonesia. 

Orang Dewasa dengan Sindrom Down 

Banyak orang dewasa dengan sindrom Down dapat menjalani kehidupan yang aktif dan mandiri dengan bantuan dan dukungan. Dan tidak sedikit dari mereka yang mengejar pendidikan lebih tinggi. Bahkan beberapa orang dengan sindrom Down mendapatkan pekerjaan, biasanya paruh waktu.

Banyak orang dengan sindrom Down juga memiliki hubungan asmara, namun mereka memerlukan bimbingan dan dukungan jika menyangkut hal seperti kontrasepsi.

Penderita sindrom Down cenderung memiliki tingkat kesuburan lebih rendah. Meski sulit, bukan berarti mereka tidak bisa memiliki anak. Wanita dengan sindrom Down memiliki risiko keguguran dan lahir prematur lebih besar. Jika salah satu dari ayah atau ibu memiliki sindrom Down, risiko anaknya mengalami hal yang serupa adalah sekitar 50 persen.

Masih sulit untuk menghitung risiko anak terkena sindrom Down jika kedua orang tuanya adalah penderita karena hal ini masih sangat jarang terjadi.

Bimbingan dan dukungan spesialis diperlukan bagi mereka yang memutuskan untuk memiliki anak dalam mengatasi tuntutan fisik dan mental dari bayi yang akan lahir nantinya.

Selain itu, penderita sindrom Down harus aktif memeriksakan kondisinya ke dokter guna memantau potensi masalah yang mungkin terjadi dan menghindari komplikasi lebih lanjut.

Komplikasi Sindrom Down

Komplikasi mungkin terjadi saat lahir atau timbul di kemudian hari karena semua organ di dalam tubuh bisa terkena dampak material genetika ekstra.

Anak-anak dengan sindrom Down dapat mengalami komplikasi atau masalah kesehatan berbeda-beda yang membutuhkan perawatan medis serta perhatian ekstra. Beberapa komplikasi kesehatan yang dapat terjadi di antaranya:

  • Masalah pencernaan. Banyak orang dengan sindrom Down memiliki masalah pencernaan, seperti diare, konstipasi, dan kesulitan mencerna. Diperkirakan terdapat sekitar 5-15 persen orang dengan sindrom Down menderita penyakit coeliac (tidak dapat mengonsumsi gluten).
  • Demensia. Orang dengan sindrom Down memiliki kecenderungan terkena demensia di usia muda dibandingkan populasi pada umumnya dan lebih berisiko terkena penyakit Alzheimer.
  • Masalah penglihatan. Sekitar setengah penderita sindrom Down memiliki masalah dengan penglihatan mereka, seperti katarak, rabun jauh, rabun dekat, juling, nystagmus, ambliopi, dan konjungtivitis.
  • Leukemia. Sebagian kecil anak-anak dengan sindrom Down menderita leukemia akut.
  • Gangguan jantung. Sekitar setengah dari pasien anak-anak dengan sindrom Down menderita gangguan jantung bawaan dan lebih dari setengahnya membutuhkan perawatan di rumah sakit hingga operasi.
  • Infeksi. Orang dengan sindrom Down lebih rentan terkena infeksi, terutama infeksi paru-paru (pneumonia). Sistem kekebalan tubuh alami bisa melawan infeksi jika berkembang dengan baik, namun orang dengan sindrom Down tidak memiliki sistem kekebalan tubuh alami yang baik.
  • Masalah kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid berfungsi untuk mengendalikan metabolisme dengan melepaskan hormon tiroid ke dalam tubuh. Orang dengan sindrom Down memiliki risiko lebih tinggi terkena masalah kelenjar tiroid. Kebanyakan penderita sindrom Down mengalami hipotiroidisme dan memiliki gejala, seperti bertambahnya berat badan, reaksi fisik dan mental yang lamban, serta lemas.
  • Masalah pendengaran. Kurang lebih sekitar setengah penderita sindrom Down memiliki masalah dengan telinga dan pendengaran. Umumnya mereka mengalami radang telinga tengah yang disebabkan oleh kelebihan cairan.
  • Apnea tidur. Penderita sindrom Down, baik anak-anak maupun dewasa, memiliki risiko gangguan sleep apnea lebih besar karena jalur udara terhalang akibat perubahan jaringan lunak dan kerangka.
  • Masalah lainnya. Penderita sindrom Down mungkin dapat mengalami komplikasi masalah lainnya seperti obesitas, menopause dini, kejang, dan masalah kulit.

Sumber : http://www.alodokter.com/sindrom-down/gejala

Baca Juga :

Down Syndrome (Sindrom Down) - Bagian 2

Down Syndrome (Sindrom Down) - Bagian 1

Promo Lisensi Tahunan

Autisme : Gejala, Penyebab dan Pengobatannya

Disleksia : Diagnosa dan Penanganannya

5 Artikel Terpopuler